PERILAKU MENYIMPANG REMAJA
MAKALAH INI DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
Dosen pengampu :
Dra. NADLIFAH, MPd.
Disusun oleh :
Ahmad Zamzam (11470161)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Masa
remaja adalah masa perkembangan. Yakni perkembangan secara moral, seksual,
sosial, fisik dll. Menurut Elizabeth B.Hurlock, masa remaja dibagi menjadi 2,
yakni masa remaja awal (13-17 tahun) dan masa remaja akhir (17-21 tahun).
Perilaku
menyimpang sering terjadi pada usia remaja. Dimana remaja belum memiliki
tanggung jawab baik atas diri sendiri maupun orang lain, dimana remaja masih
merasa bebas tanpaa beban. Remaja membutuhkan proses sosial untuk belajar
bertanggung jawab dan belajar menghadapi berbagai prilaku sosial lain.
Untuk
itu makalah ini saya sajikan guna membahas perilaku menyimpang pada remaja dan
cara mengatasinya, serta pengaruh pendidikan agama terhadap moral remaja. Serta
akan disajikan juga perkembangan remaja.
LATAR BELAKANG
1.
Apa penyebab
perilaku menyimpang remaja?
2.
Bagaimana
mengatasi perilaku menyimpang remaja?
3.
Apa
gunanya pendidikan moral dan agama pada remaja?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PERKEMBANGAN MASA REMAJA
Perkembangan pada masa remaja yang paling mencolok adalah perkembangan
fisik. Perkembangan fisik disini maksudnya adalah perubahan tinggi dan berat
badan atau perkembangan setiap organ tubuh manusia.
Perubahan fisik dari masa
remaja terjadi dalam kontek pubertas. Dalam
hal ini, kematangan organ-organ seks dan kemampuan reproduksi tumbuh
dengan cepat.
Bagi remaja perkembangan
fisik sangat penting. Sebab pertumbuhan fisik seorang anak dapat mempengaruhi
perilakunya sehari-hari. Perkembangan fisik dapat menentukan remaja dalam
bergerak dan mempengaruhi cara pandang terhadap dirinya dan orang lain.[1]
Selain berkembang secara
fisik remaja juga berkembang secara kognitif. Konitif berasal dari kata kognisi
yang berarti kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan.
Perkembangan
kognitif remaja adalah suatu periode kehidupan dimana kapasitas untuk
memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien untuk mencapai puncaknya
(Mussen, Conger & Kagan, 1969). Hal ini adalah karena selama periode remaja
ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan.[2]
Pada usia
remaja, manusia sudah mampu menalar lebih jauh dalam suatu permasalahan. Hal
ini menjadikan seorang remaja mampu membuat pertimbangan .
B.
DEFINISI PERILAKU MENYIMPANG REMAJA
Definisi tentang perilaku menyimpang remaja sering diartikan
sebagai kenakalan remaja. Dalam hal ini “menyimpang” bermakna global karena
banyak sekali kemungkinan penyimpangan akibat banyak sekali model peraturan
maupun kebiasaan masyarakat?
Seperti yang dicontohkan
oleh Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, penyimpangan tidaklah mudah diartikan.
Problemnya adalah menyimpang terhadap apa? . penyimpangan terhadap peraturan
orang tua seperti pulang terlalu malam atau merokok atau mungkin pacaran?. Atau
pada suku jawa menggunakan bahasa jawa halus terhadap orang yang lebih tua atau
dianggap tua?.
M. Gold dan J. Petronio
(Weiner, 1980; 497) mengemukakan definisi penyimpangan perilaku sebagai berikut
:
Kenakalan anak adalah
tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang
diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui
oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.
Penyimpangan menurut
definisi diatas lebih mengutamakan tentang kesadaran dan pengetahuan anak tentang
hukum yang diterapkan oleh pemerintah. Oleh karenanya, seorang anak berusia 18
tahun yang merokok tidak bisa dikatakan menyimpang di Indonesia. Atau yang
melakukan tindakan asusila tidak pula dianggap melanggar hukum.
Teori tersebut
hanya bersumber dari hukum yang ada, tidak mencantumkan sumber agama dan
adat/peraturan masyarakat pada suatu daerah. Dan teori tersebut tidak bisa
digunakan di Indonesia dengan masyarakat yang kental akan moral dan budaya.
Bahkan jika
teori ini digunakan, perilaku menyimpang remaja hanya sebatas hukum yang
berlaku. Padahal hukum tidak hanya untuk remaja. Perilaku menyimpang tidak
sekedar penyimpangan terhadap hukum yang berlaku saja, melainkan peraturan yang
dibuat oleh orang tua dan masyarakat sekitar serta peraturan agama yang dipeluk
seseorang (jika ia memeluk suatu agama).
C.
SEBAB PERILAKU MENYIMPANG PADA REMAJA
Teori tentang sebab perilaku menyimpang atau kenakalan remaja
dipaparkan oleh Jensen yakni teori Sosiogenik. Yaitu teori-teori yang mencari
sumber penyebab kenakalan remaja pada factor lingkungan keluarga dan masyarakat.
Termasuk dalam teori sosiogenik ini antara lain adalah teori Broken
Home dari Mc. Cord, dkk. (1959) dan teori “penyalahgunaan anak” dari Shanok
(1981) (dalam Jensen, 1985;421) akan tetapi apakah kenakalan remaja hanya
bersumber dari lingkungan sosial saja?
Menurut Jensen : tidak.
Dalam kenyatannya banyak sekali factor yang menyebabkan kenakalan remaja maupun
kelainan perilaku remaja pada umumnya, sehingga dapat dikatakan bahwa factor
penyebab sesungguyhnya sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.
Walaupun demikian, secara
umum dapat dikatakan bahwa selain teori sosiogenik tersebut diatas, teori-teori
tentang asal mula kelainan perilaku pada remaja dapat digolongkan dalam dua
jenis teori lain, yaitu teori psikogenik dan nteori biogenik. Teori psikogenik menyatakan bahwa kelainan
perilaku disebabkan oleh faktor-faktor didalam jiwa remaja itu dsendiri.
Sementara itu teori biogenik menyatakan bahwa kelainan perilaku disebabkan oleh
kelainan fisik atau genetic (bakat) (Jensen, 1985 : 421)
D.
FAKTOR PENYEBAB PERILAKU MENYIMPANG REMAJA
Cara pembagian faktor penyebab kelainan perilaku anak dan remaja
dikemukakan pula oleh Philip Graham. Ia membagi faktor-faktor penyebab
kenakalan anak dan remaja yaitu :
1.
Faktor lingkungan
a.
Malnutrisi
(kekurangan gizi)
b.
Kemiskinan
di kota-kota besar
c.
Gangguan
lingkungan (polusi, kecelakaan lalu-lintas, bencana alam, dll)
d.
Migrasi
(urbanisasi, pengungsian karena perang dan lain-lain)
e.
Faktor
sekolah (kesalahan mendidik, faktor kurikulum, dan lain-lain)
f.
Keluarga
yang tercerai berai (pencarian dan perpisahan yang terlalu lama, dan lain-lain)
g.
Gangguan
dalam pengasuhan oleh keluarga :
1.
Kematian
orang tua
2.
Orang
tua sakit berat atau cacat
3.
Hubungan
antar anggota keluarga tidak harmonis
4.
Orang
tua sakit jiwa
5.
Kesulitan
dalam pengasuhan karena pengangguran, kesulitan keuangan, tempat tinggal tidak
layak, dan lain-lain)
2.
Faktor pribadi
a.
Fatro
bakat yang mempengaruhi temperamen (menjadi pemarah, hiperaktif, dan lain-lain)
b.
Cacat
tubuh
c.
Ketidak
mampuan menyesuaikan diri.
Dari faktor-faktor diatas sebenernya
masih belum mencukupi penguraian tentang penyebab perilaku menyimpang seorang
remaja. Seperti pengaruh teman sepergaulan tidak diuraikan oleh Philip Graham.
E.
JENIS PERILAKU MENYIMPANG
Menurut
Jensen kenakalan remaja ( perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum)
dibagi menjadi empat jenis :
a.
Kenakalan
yang menimbulkan korban fisik pada orang lain : perkelahian, perkosaan,
perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
b.
Kenakalan
yang menimbulkan korban materi : perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan,
dan lain-lain.
c.
Kenakalan
sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain : pelacuran,
penyalahgunaan obat.
d.
Kenakalan
yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan
cara membolos.
Untuk
Indonesia, khusunya dalam masyarakat yang jauh dari jangkauan lembaga-lembaga
hukum atau hukum formal Negara kurang kuat pengaruhnya daripada norma-norma
masyarakat yang lain, definisi kenakalan menurut asas pelanggaran hukum ini
memang bisa menimbulkan kesulitan.
Dengan
adanya undang-undang wajib belajar untuk anak-anak diatas umur tujuh tahun dan
tidak bersekolah dapat dinyatakan nakal karena melanggar undang-undang. Akan
tetapi, di banyak bagian dari Negara ini banyak sekali yang tidak sekolah
karena kondisinya memang tidak memungkinkan atau masyaraktnya memang tidak
mementingkan sekolah untuk anak-anaknya. Dalam hal lain, mungkin seorang anak
dapat dianggap nakal karena melanggar undang-undang tentang lingkungan hidup karena mereka
membantu orang tua mereka menggali pasir di sungai yang menyebabkan erosi.
Dalam
hal-hal seperti ini, untuk menilai atau mendiagnosis kenakalan anak atau remaja
hendaknya diperhatikan faktor kesengajaan dan kesadaran dari anak itu. Selama
anak itu tidak tahu, tidak sadar dan tidak sengaja melanggar hukum, dan tidak
tahu pula akan konsekuensinya, maka ia tidak dapat digolongkan sebagai anak
nakal.[3]
F.
PENANGGULANGAN ATAS PERILAKU MENYIMPANG REMAJA
Menurut Panut Panuju & Ida Umami, tindakan penanggulangan
masalah kenakalan remaja dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
-
Tindakan
preventif yakni segala tindakan
yang bertujuan mencegah timbulnya kenakalan-kenakalan.
-
Tindakan
represif yakni tindakan untuk
menindas dan menahan kenakalan remaja seringan mungkin atau menghalangi
timbulnya peristiwa kenakalan yang lebih hebat.
-
Tindakan
kuratif dan rehabilitasi yakni memperbaiki akibat perbuatan nakal,
terutama individu yang telah melakukan perbuatan tersebut.
1.
Tindakan preventif
a.
Pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum
1.
Usaha
mengenal dan mengetahui cirri umum dank has remaja
2.
Mengetahui
kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh para remaja.
3.
Usaha
pembinaan remaja
a.
Menguatkan
sikap mental remaja supaya mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
b.
Memberikan
pendidikan mental dan pribadi melalui pengajaran agama, budi pekerti dan etika.
c.
Menyediakan
sarana-sarana dan menciptakan suasana yang optimal demi perkembangan pribadi
yang wajar.
d.
Usaha
memperbaiki keadaan lingkungan sekitar, keadaan sosial keluarga maupun
masyarakat dimana terjadi banyak kenakalan remaja.
b.
Pencegahan kenakalan remaja secara khusus
Hal ini dilakukan oleh para
pendidik terhadap kelainan tingkah laku para remaja. Pendidikan mental dirumah adalah tanggung
jawab orang tua dan anggota keluarga yang sudah dewasa, sedangkan disekolah
adalah tanggung jawab guru sebagai pendidik di sekolah.
2.
Tindakan Represif
Usaha menindak
pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan mengadakan
hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran baik dirumah maupun di sekolah.
Dalam sebuah
keluarga harus membuat peraturan untuk anggota keluarganya. Hal ini dapat
mempengaruhi perkembangan moral seorang anak. Dan juga harus ada sebuah hukuman
bagi yang melanggar aturan tersebut. Meskipun peraturan dalam keluarga tidak
tertulis dan formal akan tetapi harus ada. Karena peraturan dalam sebuah
keluarga akan mempengaruhi perkembangan mental dan moral seorang anak.
3.
Tindakan kuratif dan rehabilitasi
Tindakan ini dilakukan dan dianggap perlu mengubah tingkah laku
pelanggar remaja dan memberikan pendidikan lagi. Pendidikan diulangi melalui
pembinaan secara khusu, yang sering ditanggulangi oleh Lembaga khusus atau
perorangan yang ahli dibidang ini[4].
G.
PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DAN MORAL TERHADAP PENYIMPANGAN PERILAKU
REMAJA
Perilaku
menyimpang seorang remaja dapat juga disebabkan oleh minimnya pendidikan moral
dan agama yang telah dikecam. Hampir seluruh warga Indonesia khususnya daerah
Jawa percaya bahwa pendidikan moral terbaik adalah di Pondok Pesantren. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan agama sangat mempengaruhi moral seseorang. Karena
dalam agama diajarkan untuk tidak merugikan/jahat terhadap diri sendir dan
orang lain dalam bentuk apapun.
Agama dapat
menjadi salah satu faktor pengendali tingkah laku remaja. Karena pendidikan
agama memang mewarnai kehidupan masyarakat setiap hari. Tidak hanya dalam
memperingati hari-hari besar agama (kelahiran, kematian, perkawinan dll) tapi
juga dalam tingkah laku seperti member salam waktu berjumpa atau mengawali
pidato sambutan dan diskusi.[5]
BAB II
KESIMPULAN
Perilaku menyimpang adalah segala perbuatan yang melanggar hukum
dan aturan. Baik hukum pemerintah yang berlaku maupun agama. Dan segala
perbuatan yang melanggar peraturan keluarga dan masyarakat sosial.
Sedangkan
penyebab perilaku menyimpang sering terjadi karena pengaruh lingkungan sosial.
Baik lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat.
Untuk
menanggulangi perilaku menyimpang terdapat tindakan yang bisa dilakukan. Yakni
tindakan mencegah (preventif), menahan/menindas (represif), dan memperbaiki
(kuratif dan rehabilitasi).
DAFTAR PUSTAKA
Desmita, Psikologi
Perkembangan Peserta didik, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009.
______, Psikologi
Perkembangan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007.
Wirawan Sarwono
Sarlito, Psikologi Remaja, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
Panut Panuju
& Ida Umami, Psikologi Remaja, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2005.
[1]
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta didik, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2009). H. 73
[2] Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung
: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 194
[3] Sarlito
Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2007). H. 210
[4] Panut Panuju
& Ida Umami, Psikologi Remaja, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya,
2005). H. 171
[5] Sarlito
Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta : PT Rajagrafindo persada,
2007, h. 93